Sabtu, 30 April 2011

Filsafat Ilmu


BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang Masalah
Ketika mendengar istilah filsafat maka yang terbayangkan dalam benak pikiran adalah ibarat “monster” yang seram dimana kita akan kesulitan dalam mengerti, memahami, filsafat itu sendiri. Jika kita mau melihat sebenarnya filsafat merupakan lahir dari kehidupan sehari-hari dan kita melaluinya. Permasalahan yang berada dalam filsafat menyangkut pertanyaan, pertanyaan mengenai makna, kebenaran, dan hubungan yang logis antara ide-ide yang tidak dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan empiris.
Perkembangan zaman berlangsung begitu cepat. Masyarakat berjalan secara dinamis mengiringi perkembangan zaman tersebut. Seiring dengan hal itu, filsafat sebagai suatu kajian ilmu juga berkembang dan melahirkan tiga dimensi utama sekaligus sebagai objek kajiannya. Ketiga dimensi utama filsafat ilmu ini adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Maka dari itu, kami akan membahas tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi.


B.   Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas yaitu :
1.   Apa itu filsafat?
2.   Apakah filsafat ilmu itu?
3.   Bagaimana ontologi itu?
4.   Apakah epistemologi (filsafat pengetahuan itu)?
5.    Apa yang dipermasalahkan dalam aksiologi?

C.   Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1.   Untuk mengetahui pengertian filsafat
2.   Untuk mengetahui tentang filsafat ilmu
3.   Untuk mengetahui yang dibahas di dalam ontologi
4.   Untuk mengetahui yang dibicarakan dalam epistemologi
5.    Untuk mengetahui permasalahan dalam aksiologi









BAB II
PEMBAHASAN

A.        Filsafat
1.   Filsafat secara Etimologi
Kata filsafat, yang dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani Philosophia. Kata Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM).[1]
Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan soal-soal praktis. [2]

2.   Filsafat secara Terminologi
Pengertian filsafat secara terminologi sangat berguna sehingga para filsuf mencoba merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan perspektif pemikiran kefilsafatan yang dimiliknya. Para filsuf telah merumuskan pengertian filsafat sebagai berikut:
a.         Plato (427-347 SM)
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
b.         Aristoteles (384-322 SM)
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat keindahan)
c.         Al Farabi (Wafat 950 M)
Filsafat ilmu adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat sebenarnya.
d.         Rene Descartes
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
e.         Immanuel Kant (1724-1804)
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan, yang didalamnya tercakup masalah epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat diketahui? Masalah etika yang menjawab persoalan apa yang harus kita kerjakan? Masalah ke Tuhanan (keagamaan) yang menjawab persoalan harapan kita dan masalah manusia.
f.          Langeveld
Filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan keabadian dan kebebasan.
g.         Hasbullah Bakry
Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena.
Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan ‘sesuatu’ adalah ‘sesuatu’ itu adanya. Filsafat adalah usaha untuk mengetahui segala sesuatu. ‘Ada’ (being) merupakan implikasi dasar. Jadi, segala sesuatu yang mempunyai kualitas tertentu pasti adalah ‘ada’. Filsafat mempunyai tujuan untuk membicarakan keber-‘ada’-an. Jadi, filsafat membahas lapisan terakhir dari segala sesuatu atau membahas masalah yang paling mendasar.
Tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari suatu objek atau gejala secara mendalam, sedangkan pada ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala. Membicarakan gejala untuk masuk kepada hakikat itulah yang menjadi fokus filsafat.
3.   Objek Filsafat[3]
Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek.
a.         Objek Material filsafat
Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material juga adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret atupun hal yang abstrak.
b.         Objek Formal Filsafat
Objek formal, yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot.
4.   Ciri-ciri Filsafat
Pemikiran kefilsafatan menurut Suyadi M. P mempunyai karakteristik sendiri, yaitu:
a.         Menyeluruh
Artinya, pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari satu sudut pandangan tertentu.
b.         Mendasar
Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan.
c.         Spekulatif
Artinya, hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya.
5.   Asal dan Peranan Filsafat
a.        Asal Filsafat
Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk ‘berfilsafat’, yaitu sebagai berikut:
a)  Keheranan
Banyak filsuf menunjukkan rasa heran (dalam bahasa Yunani Thaumasia) sebagai asal filsafat.
b)  Kesangsian
Filsuf-filsuf lain, misalnya Augistinus (254-430 M) dan Rene Descartes (1596-1650 M) menunjukkan kesangsian sebagai sumber utama pemikiran.
c)  Kesadaran akan keterbatasan
Manusia merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan. Dengan kesadaran akan keterbatasan dirinya ini manusia mulai berfilsafat.
b.         Peranan Filsafat
Filsafat telah memerankan sedikitnya tiga peranan utama dalam sejarah pemikiran manusia. Ketiga peranan yang telah diperankannya sebagai pendobrak, pembebas dan pembimbing.[4]
a)        Pendobrak
Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan selama itu tidak boleh diganggu gugat.
b)        Pembebas
Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Demikian pula, filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir mistis dan mitis.
c)        Pembimbing
Filsafat membebaskan manusia dari cara berfikir yang mistis dan mitis dengan membimbing manusia untuk berfikir secara rasional

B.        Filsafat Ilmu
1.   Pengertian Filsafat Ilmu
Cabang filsafat yang membahas ilmu adalah filsafat ilmu. Tujuan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara-cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu, dirangkum dalam tiga medan telaah yang tercakup di dalam filsafat ilmu, yaitu:
a.   Filsafat ilmu adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap lambang-lambang yang digunakan, dan terhadap struktur penalaran tentang sistem lambang yang digunakan.
b.   Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana, dan postulat mengenai ilmu serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar keempirisan, kerasionalan, dan kepragmatisan.
c.   Filsafat ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu[5]

Disinilah filsafat ilmu memfokuskan kajian dan telaahnya.  Yakni pada sebuah kerangka konseptual yang menyangkut  sebuah system pengetahuan yang di dalamnya terdapat  hubungan relasional antara, pengetahuan /yang mengetahui (the Knower) dan yang  terketahui /yang diketahui (the known) dan juga antara pengamat (the observer)  dengan yang diamati (the observed).[6]
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan integrative yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan. Pengetahuan lama menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru.
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam  sejumlah literatur kajian Filsafat Ilmu.[7]
·      Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
·      Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
·      Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
·      Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
·      May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
·      Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
·      Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
2.   Rasionalisme, Empirisme dan Kritisisme
a.         Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal).
b.         Empirisme
Aliran ini berpendapat bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah.
c.         Kritisisme
Penyelesaian pertentangan antara rasionalisme dan empirisme hendak diselesaikan oleh Immanuel Kant dengan kritisismenya. Menurut I. Kant, peranan budi sangat besar sekali

Filsafat Ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya.

C.        Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being, dan logos = logic. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).[8] Louis O. Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, Ontologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa airlah yang menjadi ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air.[9]
Menurut A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, Filsafat dan Logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada; dalam kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.[10] Sementara itu, Sidi Gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, Ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ia disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan Dalam agama ontologi memikirkan tentang Tuhan.[11]
Dari beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa:
a.   Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
b.   Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu sebenarnya. Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realita adalah ke-real-an, Riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
1.   Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.[12] Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
a.   Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.[13] Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
b.   Idealisme
Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.[14]
2.   Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.[15]
3.   Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.[16]
4.   Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif.
5.   Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya no, Gno artinya know.[17]

D.        Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.[18]
Epistemologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan) filsafat.
1.   Objek Filsafat
Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang terdalam. Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti (dipikirkan)-nya. Filsafat meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun yang mungkin ada, sudah jelas abstrak, itu pun jika ada.
2.   Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat
Pertama-tama filosof harus membicarakan (mempertanggungjawabkan) cara mereka memperoleh pengetahuan filsafat. Sebelum mencari pengetahuan mereka membicarakan lebih dahulu (dan mempertanggungjawabkan) cara memperoleh pengetahuan tersebut. Manusia memperoleh pengetahuan dengan cara berfikir secara mendalam.
3.   Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini menjelasakan bahwa ukuran kebenaran filsafat ialah logis tidaknya pengetahuan itu. Bila logis benar, bila tidak logis, salah.
Kebenaran teori filsafat di tentukan oleh logis tidaknya teori itu. Ukuran logis tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen yang menghasilkan kesimpulan (teori) itu.  
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:
1.   Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.[19]
2.   Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.[20]
3.   Metode Positivisme
Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/ persoalan diluar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika.
4.   Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
5.   Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialekta mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat.[21] Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan.
Metode-metode yang biasa digunakan untuk memperoleh pengetahuan terkristalisasi dalam beberapa aliran antara lain sebagai berikut:
1.   Aliran Empirisme
Aliran ini dipelopori John Locke, menyatakan bahwa ilmu pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung dengan cara mengobservasi obyek. Kalau kita ingin mengetahui tentang warna-warna, maka tak ada jalan lain kecuali harus dengan melihatnya dengan mata kepala.
2.   Aliran Rasionalisme
Aliran ini dipelopori oleh Spinoza dan Descartes memberikan penjelasan bahwa ilmu pengetahuan dapat diketahui melalui cara-cara berfikir deduktif.
3.   Aliran Fenomenalisme
Aliran ini dipelopori oleh Kant, yang berusaha mengidentifikasi aliran Empirisme dan Rasionalisme dan kemudian menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bisa diperoleh dengan kedua cara itu, dengan memperhatikan jenis pengetahuan yang ada.
4.   Aliran Intuisionisme
Aliran ini diperoleh oleh Bergson, menyatakan bahwa pengetahuan bisa diperoleh melalui intuisi dengan jalan kontemplasi. Sifat dari pengetahuan intuisi ini lebih halus, diperoleh secara cepat dan langsung tanpa media. Kelemahan dari metode ini adalah tidak dapat ditransformasikan maaupun diuji validitasnya.
Pengetahuan ilmiah mempunyai 5 (lima) ciri pokok sebagai berikut:[22]
1.    Empiris. Pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan
2.    Sistematis. Berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.
3.    Objektif. Ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.
4.    Analitis. Pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
5.    Verifikatif. Dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga.

E.        Aksiologi
Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”.[23]
Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[24]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar